Cerpen : "Prahara di Atas Nisan Ibu"
Udara panas pada musim paceklik tahun 1998 membuat masyarakat sekitar kewalahan menghadapinya. Harga sembako melambung tinggi..Dengan baju loreng tuanya pak Ismail menatap langit dengan pandangan kosong. Dikatakannya,” krisis ekonomi,hampir sama dengan keadaan negara sebelum Indonesia ini merdeka”.
Dia istrahat setelah bekerja membersihkan kuburan..Sesekali keluar dari mulutnya “Indonesia telah merdeka” .Dia memandang jauh, entah apa yang dipandangnya pada sebuah pohon beringin itu, terlintas dalam pikirannya.
“Dulu,dengan penuh haru ayah menatapku.Dia tersenyum ketika sepotong sarung miliknya, ku kibarkan di ranting pohon beringin itu”.. Kini aku heran.Di zaman sudah merdeka ini, aku yang memperjuangkan hak rakyat kecil dimasukan dalam tahanan polisi.
“Bagi ku dan istriku itu sudah ku anggap hal biasa. Sebagai penjaga kuburan yang tidak berpenghasilan tetap, kami harus mampu menjalani hidup ini dengan penuh kesabaran. Di usiaku yang sudah tua ini hanya menerima seadanya dari anakku,selain yang diberikan oleh pengunjung kuburan yang kebetulan mengerti keadaanku. “Aku tidak tahu apalagi yang harus ku kerjakan,selain dari membersihkan kuburan.”.Gumamnya.
Entah karena apa, pagi itu istrinya bergegas ke rumah pak Rt 08.Sepertinya di desa Raioi tempat tinggalnya, ada yang tidak beres. Orang di sekitar mengatakan masih banyak orang miskin, yatim piatu dan jompo tidak mendapatkan jatah raskin dan BLT. “Lanjutnya”. “Kalau aku sendirisih tidak ada masalah karena aku sudah biasa dengan keadaan begini”. ”.Aku hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang selalu menderita dan tertekan. Tetapi ini urusan ketidak adilan mereka pada rakyat miskin.Ini harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah desa atau di atasnya.
Pak RT,” rupanya pembagian raskin dan pembagian kartu BLT belum tepat betul sasarannya”.Kata istriku.” ”Masa, Haji Tamrin , pak Nurdin yang tergolong orang berada dan juga orang-orang yang rumahnya besar dan memiliki tanah,motor,tv dan lain-lain mendapatkan bantuan itu,” sementara kami ini tidak mendapatkannya.” “Aku mendengarkannya dari tetangga sebelah yang kebetulan senasib dengan kami”.”Sabar, sabar bu, ya?.”Sabar pak,ya?” .“Program pemerintah ini sudah kami laksanakan dengan baik sesuai aturan dan juga sasarannya sudah tepat”.”Kalaupun ada satu –dua orang yang belum mendapatkannya, itu hal yang biasa.”Kan bukan ibu dan pak Ismail saja yang kami urus.” “Tapi,,, pak RT,” “ kami ini betul-betul tidak ada.” Mendengar itu pak RT langsung diam
.
Mungkin tidak puas dengan alasan pak RT,istrinya dan pak Ismail langsung ke kantor desa menemui pak Maskur kepala desa..Sementara masayarakat sekitar sedang berkumpul di rumah pak RT sekaligus meminta kesediaan pak RT untuk turun dari jabatannya.. Kepala desa baru itu belum mempunyai pengalaman untuk menangani kasus seperti ini, atau belum mampu membaca situasi di desa.”Maaf, pak kepala desa. “Kami adalah warga bapak yang ada di RT 08.” “Tadi saya dan istri saya menghadap pak RT menanyakan tentang kartu BLT dan raskin,Tapi kami belum mendapatkan alasan yang jelas.”Oleh karena kami menemukan kejanggalan dari pembagian pak RT, maka kami ke sini meminta klarifikasi bapak tentang hal itu.”Kepala desa menjawabnya enteng.”Masa satu RT mau dapat semua, pak tua”. “Pak kades bukan begitu masalahnya”.”Di RT kami pak Haji dapat dan orang kaya mendapatkan jatah, sementara kami yang miskin tidak” “Apakah itu adil ,pak kades?”.Kemudian dijawab oleh pak kades”.”Engkau lancang sekali menyoroti kinerja pemerintah, dasar keturunan pembangkang”.Mendengar kata pak kadesnya,.”dia tersenyum kecut..”Pak kades apakah tidak ada kata-kata lain yang pantas dikatakan pada masyarakatmu?”.’Ayah saya bukan pembangkang,tapi ayah saya hanya membela keadilan seperti kami yang datang ke sini yang meminta keadilan pada bapak”.”Indonesia sudah merdeka pak kades, kemerdekaan ini diperjuangkan dengan nyawa para pahlawan.”Apakah pak kades tidak tidak mau menjadi pahlawan yang memperjuangkan nasib rakyat kecil, seperti kami ini?.”.”katanya.
“Di luar kantor desa, masyarakat sudah berkumpul.Ada yang memegang mikrofon,spanduk “Turunkan ketua RT ,”. “Oratornya meminta kepala desa menindak ketua RT 08 dan meminta kepada kepala desa dengan rela melepaskan jabatan itu apabila tidak mampu melaksanakan amanah pemerintah..Kepala desa bertambah garang.Dia melihat tulisan spanduk “Kades seperti ayam betina, please turun”. Dengan lantang pak kades menantang masyarakat.
Massa tetap menyuarakan turun,turun,turun.“ Di luar pagar desa sekelompok anak muda membakar ban bekas. Suasana menjadi panas.Salah seorang pendemo melemparkan batu tepat mengenai kepala staf desa yang melerai demonstrasi itu.Tidak ada yang tahu siapa yang melemparnya. Kepala desa yang merasa kehormatannya diinjak-injak oleh masyarakat langsung melaporkan hal tersebut kepada polsek setempat. Pak Ismail dituduh sebagai otak kerusuhan itu sekaligus tersangka pelemparan staf desa .Dia ditahan di polsek setempat selama satu hari, namun setelah diperiksa secara intensif dia dinyatakan sama sekali tak bersalah.Dia dibebaskan.
Salah seorang anggota polsek itu bersedia mengantarkannya sekaligus ingin memberikan pencerahan pada masyarakat setempat.. “Nak polisi”. “Mungkin sebaikya kita istirahat dulu sebentar, sebelum sebelum ke rumahku.” “Baik, pak tua, katanya.” dImana pak tua?”.”Di sana, di dekat kantorku,di kuburan itu.”Dia menunjuk kuburan itu dari jauh”. “Aneh pak tua”Sebenarnya tidak ada yang aneh nak polisi, Cuma hati kita sendiri yang agak asing terhadap kenyataan itu” ‘Pak polisi itu memperbaiki cara duduknya lalu dia melipat celana panjang dan duduk menghadap”..”Nak, polisi dunia ini demikian adanya”. “Maksud pak tua?’.”Yaa…..terkadang orang miskin yang terus disalahkan,orang yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan.Itu sama halnya dengan pengadilan pada zaman kolonial Belanda dulu, ketika saya masih kecil.” “Saya yang mengklarifikasi masalah justru dituduh sebagai dalang kerusuhan.” “Tetapi pak tua, bapak belum menjadi tersangka”. “Syukurlah, karena masih ada polisi yang bijak,Yaa karena yang memeriksanya adalah nak polisi yang jujur dan amanah seperti yang diinginkan oleh pahlawan bangsa ini”..Pak tua itu nampak sedih..”Baru kali ini aku masuk sel polisi seperti penjahat,” cetusnya
Duli, ayahku adalah orang yang mampu menjaga kehormatan dan harga diri. Dia rela menderita,bahkan mati sekalipun demi harga diri.”Nak polisi jangan menunduk. “Mudah-mudahan nak polisi dapat meneladani semangatnya dalam membela keadilan dan kehormatan bangsa,bangsa yang sudah merdeka ini.” “Pak tua,aku kagum pada ceritamu tentang pahlawan itu”.Dia bukan pahlawan nak, tetapi itu pun bergantung dari penilaianmu”. “Bagaimana kisahnya pak tua?”
Malam itu malam jumat di bulan november tahun 1941, aku berjalan sendirian menelusuri lorong mencari wajah ayahku yang telah membunuh salah seorang pejabat kepercayaan pemerintah kolonial Belanda. Samar-samar aku dapat melihatnya dari tempat yang tidak jauh dari nisan nenek dan kakekku.
Ayahku duduk menghadap kearah barat di dekat batu nisan ibunya yang paling utara.Dibersihkan kuburan itu mulai dari bagian selatan sampai ke utara, lalu berdiam diri tanpa mengatakan apa-apa. Aku yang menyaksikan orang tuaku dapat membaca pikirannya.,Dalam pikirannya mungkin terlintas wajah-wajah garang para kompeni dan antek-anteknya yang menyiksanya..Terngiang dalam telinganya suara caci maki dengan kata-kata kasar melebihi dentuman meriam dan letupan senapan, tanpa disadarinya keluar kata-kata,” “mari tuan-tuan akan kucincang tubuhmu satu persatu di kuburan ini.” . .
Suasana di sekitar kuburan itu sangat sepi. Halilintar turut memberikan penerangan bagi insan bumi yang sedang dilanda kesedihan dan kegundahan dalam memilih hidup atau mati.demi harga diri bangsa yang tak kunjung merdeka.
Umar ayahku dengan perasaan khusuk duduk tafakur di atas nisan ibunya, lalu berdoa”, “ Ya Allah! jika nanti Engkau mengambil nyawaku maka ambilah diriku ini di atas nisan ibuku”, dan “Aku mohon kepada-Mu berlaku adilah terhadap diriku,keluargaku dan bangsaku sehingga tidak ada lagi kesangsian yang melilit perasaanku saat berada di pengadilan-Mu”. “ Aku sangat mengharapkan kekuatan dari-Mu untuk menghadapi musuh-musuh bangsaku,musuh-musuh asing yang telah menghancurkan negeri ini”.Sejenak pak tua terdiam memikirkan ketidakadilan yang diberikan pemerintah desa itu.”Maaf nak,” “pikiran saya agak terganggu tadi”. “Kita lanjutkan ceritanya”. .
“Ayah tersentak dalam lamunannya ketika prahara datang silih berganti.Cahaya halilintar seakan-akan menyambar dirinya. “Gumamnya dalam hati , “gerangan apa yang akan terjadi menimpa diriku?.” “Mungkinkah itu pertanda bahwa tuhan marah padaku?, atau …sebentar lagi aku akan tewas di tangan musuh-musuhku?”.
Dipeluknya batu nisan ibunya yang paling utara lalu diciumnya seperti pelukannya yang terakhir kali. Diusap-usapnya batu nisan ibu dan ayahnya dengan penuh keharuan.
Suara anak –anak alam di sekitar itu bersahut-sahutan, bahkan dengan jelas kokok ayam di dusun kecil sebelah barat kuburan itu terdengar indah, menawan hati di saat menunggu maut.Aku sudah bisa memperkirakan bahwa waktu sudah tengah malam.
Firasatku mengatakan bahwa musuh-musuh ayah sebentar lagi akan tiba di areal kuburan itu.Sarung yang sudah pudar warnanya itu diikat pada pinggangnya yang agak sakit-sakitan.Topi bambu kesayangannya disimpan di atas batu nisan ibunya. Oh, ayahku memang orang yang kepada orang tuanya, “kataku .Tampak di wajahnya yang tenang itu kesedihan yang mendalam.
Tampaknya alam tak bersahabat lagi.Angin kencang menghempas pohon dan semak- belukar di sekitar kuburan itu, menambah suasana jiwa semakin mencekam. Tak lama kemudian angin mulai reda dan gerimis pun turun..
Ayahku pindah ke arah barat di bawah sebuah pohon beringin besar yang dikelilingi semak-belukar. Di bawah rindangan pohon beringin itu, dia berbaring memikirkan apa yang harus diperbuatnya.Bermodalkan pengalaman dan keberanianya itu dia menyusun strategi perang dengan caranya sendiri.
Hatiku mengatakan”. “Suatu hal yang mustahil dan sia-sia apabila ayahku sendirian yang bersenjatakan tombak” tri sula” dan panah ,mampu melawan serdadu kompeni yang dan bersenjatakan bedil”.
Samar-samar dari jauh dengan inderanya yang tajam dan terlatih,dia mampu menangkap suara langkah seseorang yang datang ke tempatnya.Diintipnya gerakan yang mencurigakan itu di sela-sela semak belukar.Ternyata orang yang datang itu adalah H.Faturrahman guru tasaufnya. .
“Disapanya ayahku dengan salam ,”Assalamualaikum”.
”Ayah menjawab dengan waalaikumussalam”.
“Umar!”, “Aku tahu bahwa engkau bersembunyi di sini”.
Dia istrahat setelah bekerja membersihkan kuburan..Sesekali keluar dari mulutnya “Indonesia telah merdeka” .Dia memandang jauh, entah apa yang dipandangnya pada sebuah pohon beringin itu, terlintas dalam pikirannya.
“Dulu,dengan penuh haru ayah menatapku.Dia tersenyum ketika sepotong sarung miliknya, ku kibarkan di ranting pohon beringin itu”.. Kini aku heran.Di zaman sudah merdeka ini, aku yang memperjuangkan hak rakyat kecil dimasukan dalam tahanan polisi.
“Bagi ku dan istriku itu sudah ku anggap hal biasa. Sebagai penjaga kuburan yang tidak berpenghasilan tetap, kami harus mampu menjalani hidup ini dengan penuh kesabaran. Di usiaku yang sudah tua ini hanya menerima seadanya dari anakku,selain yang diberikan oleh pengunjung kuburan yang kebetulan mengerti keadaanku. “Aku tidak tahu apalagi yang harus ku kerjakan,selain dari membersihkan kuburan.”.Gumamnya.
Entah karena apa, pagi itu istrinya bergegas ke rumah pak Rt 08.Sepertinya di desa Raioi tempat tinggalnya, ada yang tidak beres. Orang di sekitar mengatakan masih banyak orang miskin, yatim piatu dan jompo tidak mendapatkan jatah raskin dan BLT. “Lanjutnya”. “Kalau aku sendirisih tidak ada masalah karena aku sudah biasa dengan keadaan begini”. ”.Aku hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang selalu menderita dan tertekan. Tetapi ini urusan ketidak adilan mereka pada rakyat miskin.Ini harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah desa atau di atasnya.
Pak RT,” rupanya pembagian raskin dan pembagian kartu BLT belum tepat betul sasarannya”.Kata istriku.” ”Masa, Haji Tamrin , pak Nurdin yang tergolong orang berada dan juga orang-orang yang rumahnya besar dan memiliki tanah,motor,tv dan lain-lain mendapatkan bantuan itu,” sementara kami ini tidak mendapatkannya.” “Aku mendengarkannya dari tetangga sebelah yang kebetulan senasib dengan kami”.”Sabar, sabar bu, ya?.”Sabar pak,ya?” .“Program pemerintah ini sudah kami laksanakan dengan baik sesuai aturan dan juga sasarannya sudah tepat”.”Kalaupun ada satu –dua orang yang belum mendapatkannya, itu hal yang biasa.”Kan bukan ibu dan pak Ismail saja yang kami urus.” “Tapi,,, pak RT,” “ kami ini betul-betul tidak ada.” Mendengar itu pak RT langsung diam
.
Mungkin tidak puas dengan alasan pak RT,istrinya dan pak Ismail langsung ke kantor desa menemui pak Maskur kepala desa..Sementara masayarakat sekitar sedang berkumpul di rumah pak RT sekaligus meminta kesediaan pak RT untuk turun dari jabatannya.. Kepala desa baru itu belum mempunyai pengalaman untuk menangani kasus seperti ini, atau belum mampu membaca situasi di desa.”Maaf, pak kepala desa. “Kami adalah warga bapak yang ada di RT 08.” “Tadi saya dan istri saya menghadap pak RT menanyakan tentang kartu BLT dan raskin,Tapi kami belum mendapatkan alasan yang jelas.”Oleh karena kami menemukan kejanggalan dari pembagian pak RT, maka kami ke sini meminta klarifikasi bapak tentang hal itu.”Kepala desa menjawabnya enteng.”Masa satu RT mau dapat semua, pak tua”. “Pak kades bukan begitu masalahnya”.”Di RT kami pak Haji dapat dan orang kaya mendapatkan jatah, sementara kami yang miskin tidak” “Apakah itu adil ,pak kades?”.Kemudian dijawab oleh pak kades”.”Engkau lancang sekali menyoroti kinerja pemerintah, dasar keturunan pembangkang”.Mendengar kata pak kadesnya,.”dia tersenyum kecut..”Pak kades apakah tidak ada kata-kata lain yang pantas dikatakan pada masyarakatmu?”.’Ayah saya bukan pembangkang,tapi ayah saya hanya membela keadilan seperti kami yang datang ke sini yang meminta keadilan pada bapak”.”Indonesia sudah merdeka pak kades, kemerdekaan ini diperjuangkan dengan nyawa para pahlawan.”Apakah pak kades tidak tidak mau menjadi pahlawan yang memperjuangkan nasib rakyat kecil, seperti kami ini?.”.”katanya.
“Di luar kantor desa, masyarakat sudah berkumpul.Ada yang memegang mikrofon,spanduk “Turunkan ketua RT ,”. “Oratornya meminta kepala desa menindak ketua RT 08 dan meminta kepada kepala desa dengan rela melepaskan jabatan itu apabila tidak mampu melaksanakan amanah pemerintah..Kepala desa bertambah garang.Dia melihat tulisan spanduk “Kades seperti ayam betina, please turun”. Dengan lantang pak kades menantang masyarakat.
Massa tetap menyuarakan turun,turun,turun.“ Di luar pagar desa sekelompok anak muda membakar ban bekas. Suasana menjadi panas.Salah seorang pendemo melemparkan batu tepat mengenai kepala staf desa yang melerai demonstrasi itu.Tidak ada yang tahu siapa yang melemparnya. Kepala desa yang merasa kehormatannya diinjak-injak oleh masyarakat langsung melaporkan hal tersebut kepada polsek setempat. Pak Ismail dituduh sebagai otak kerusuhan itu sekaligus tersangka pelemparan staf desa .Dia ditahan di polsek setempat selama satu hari, namun setelah diperiksa secara intensif dia dinyatakan sama sekali tak bersalah.Dia dibebaskan.
Salah seorang anggota polsek itu bersedia mengantarkannya sekaligus ingin memberikan pencerahan pada masyarakat setempat.. “Nak polisi”. “Mungkin sebaikya kita istirahat dulu sebentar, sebelum sebelum ke rumahku.” “Baik, pak tua, katanya.” dImana pak tua?”.”Di sana, di dekat kantorku,di kuburan itu.”Dia menunjuk kuburan itu dari jauh”. “Aneh pak tua”Sebenarnya tidak ada yang aneh nak polisi, Cuma hati kita sendiri yang agak asing terhadap kenyataan itu” ‘Pak polisi itu memperbaiki cara duduknya lalu dia melipat celana panjang dan duduk menghadap”..”Nak, polisi dunia ini demikian adanya”. “Maksud pak tua?’.”Yaa…..terkadang orang miskin yang terus disalahkan,orang yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan.Itu sama halnya dengan pengadilan pada zaman kolonial Belanda dulu, ketika saya masih kecil.” “Saya yang mengklarifikasi masalah justru dituduh sebagai dalang kerusuhan.” “Tetapi pak tua, bapak belum menjadi tersangka”. “Syukurlah, karena masih ada polisi yang bijak,Yaa karena yang memeriksanya adalah nak polisi yang jujur dan amanah seperti yang diinginkan oleh pahlawan bangsa ini”..Pak tua itu nampak sedih..”Baru kali ini aku masuk sel polisi seperti penjahat,” cetusnya
Duli, ayahku adalah orang yang mampu menjaga kehormatan dan harga diri. Dia rela menderita,bahkan mati sekalipun demi harga diri.”Nak polisi jangan menunduk. “Mudah-mudahan nak polisi dapat meneladani semangatnya dalam membela keadilan dan kehormatan bangsa,bangsa yang sudah merdeka ini.” “Pak tua,aku kagum pada ceritamu tentang pahlawan itu”.Dia bukan pahlawan nak, tetapi itu pun bergantung dari penilaianmu”. “Bagaimana kisahnya pak tua?”
Malam itu malam jumat di bulan november tahun 1941, aku berjalan sendirian menelusuri lorong mencari wajah ayahku yang telah membunuh salah seorang pejabat kepercayaan pemerintah kolonial Belanda. Samar-samar aku dapat melihatnya dari tempat yang tidak jauh dari nisan nenek dan kakekku.
Ayahku duduk menghadap kearah barat di dekat batu nisan ibunya yang paling utara.Dibersihkan kuburan itu mulai dari bagian selatan sampai ke utara, lalu berdiam diri tanpa mengatakan apa-apa. Aku yang menyaksikan orang tuaku dapat membaca pikirannya.,Dalam pikirannya mungkin terlintas wajah-wajah garang para kompeni dan antek-anteknya yang menyiksanya..Terngiang dalam telinganya suara caci maki dengan kata-kata kasar melebihi dentuman meriam dan letupan senapan, tanpa disadarinya keluar kata-kata,” “mari tuan-tuan akan kucincang tubuhmu satu persatu di kuburan ini.” . .
Suasana di sekitar kuburan itu sangat sepi. Halilintar turut memberikan penerangan bagi insan bumi yang sedang dilanda kesedihan dan kegundahan dalam memilih hidup atau mati.demi harga diri bangsa yang tak kunjung merdeka.
Umar ayahku dengan perasaan khusuk duduk tafakur di atas nisan ibunya, lalu berdoa”, “ Ya Allah! jika nanti Engkau mengambil nyawaku maka ambilah diriku ini di atas nisan ibuku”, dan “Aku mohon kepada-Mu berlaku adilah terhadap diriku,keluargaku dan bangsaku sehingga tidak ada lagi kesangsian yang melilit perasaanku saat berada di pengadilan-Mu”. “ Aku sangat mengharapkan kekuatan dari-Mu untuk menghadapi musuh-musuh bangsaku,musuh-musuh asing yang telah menghancurkan negeri ini”.Sejenak pak tua terdiam memikirkan ketidakadilan yang diberikan pemerintah desa itu.”Maaf nak,” “pikiran saya agak terganggu tadi”. “Kita lanjutkan ceritanya”. .
“Ayah tersentak dalam lamunannya ketika prahara datang silih berganti.Cahaya halilintar seakan-akan menyambar dirinya. “Gumamnya dalam hati , “gerangan apa yang akan terjadi menimpa diriku?.” “Mungkinkah itu pertanda bahwa tuhan marah padaku?, atau …sebentar lagi aku akan tewas di tangan musuh-musuhku?”.
Dipeluknya batu nisan ibunya yang paling utara lalu diciumnya seperti pelukannya yang terakhir kali. Diusap-usapnya batu nisan ibu dan ayahnya dengan penuh keharuan.
Suara anak –anak alam di sekitar itu bersahut-sahutan, bahkan dengan jelas kokok ayam di dusun kecil sebelah barat kuburan itu terdengar indah, menawan hati di saat menunggu maut.Aku sudah bisa memperkirakan bahwa waktu sudah tengah malam.
Firasatku mengatakan bahwa musuh-musuh ayah sebentar lagi akan tiba di areal kuburan itu.Sarung yang sudah pudar warnanya itu diikat pada pinggangnya yang agak sakit-sakitan.Topi bambu kesayangannya disimpan di atas batu nisan ibunya. Oh, ayahku memang orang yang kepada orang tuanya, “kataku .Tampak di wajahnya yang tenang itu kesedihan yang mendalam.
Tampaknya alam tak bersahabat lagi.Angin kencang menghempas pohon dan semak- belukar di sekitar kuburan itu, menambah suasana jiwa semakin mencekam. Tak lama kemudian angin mulai reda dan gerimis pun turun..
Ayahku pindah ke arah barat di bawah sebuah pohon beringin besar yang dikelilingi semak-belukar. Di bawah rindangan pohon beringin itu, dia berbaring memikirkan apa yang harus diperbuatnya.Bermodalkan pengalaman dan keberanianya itu dia menyusun strategi perang dengan caranya sendiri.
Hatiku mengatakan”. “Suatu hal yang mustahil dan sia-sia apabila ayahku sendirian yang bersenjatakan tombak” tri sula” dan panah ,mampu melawan serdadu kompeni yang dan bersenjatakan bedil”.
Samar-samar dari jauh dengan inderanya yang tajam dan terlatih,dia mampu menangkap suara langkah seseorang yang datang ke tempatnya.Diintipnya gerakan yang mencurigakan itu di sela-sela semak belukar.Ternyata orang yang datang itu adalah H.Faturrahman guru tasaufnya. .
“Disapanya ayahku dengan salam ,”Assalamualaikum”.
”Ayah menjawab dengan waalaikumussalam”.
“Umar!”, “Aku tahu bahwa engkau bersembunyi di sini”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar