Membayar zakat di
akhir bulan Ramadhan(zakat al-fithri) adalah sedekah wajib yang
harus dikeluarkan oleh setiap Muslim di akhir bulan Ramadhan. Perintah ini
mengikat setiap orang Islam, baik yang merdeka maupun budak, pria atau wanita,
anak-anak, pemuda maupun orang tua. Bahkan, bila dalam suatu keluarga lahir
seorang bayi sebelum dilaksanakannya sholat Idul Fithri, maka wajib bagi
walinya untuk membayarkan zakat atas nama bayi yang baru lahir itu. Memang
kepala keluarga bertanggungjawab untuk membayar atas nama setiap anggota
keluarga, terutama bila mereka masih muda, tetapi bila anggota keluarga itu
sudah dewasa, mereka harus membayarnya sendiri. Demikian pula terhadap istri,
suami harus membayarkan zakat atas istrinya. Setiap orang yang memiliki bekal
sehari untuk dirinya dan keluarganya harus membayar zakat di akhir bulan
Ramadhan.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, “Rasulullah Saw telah
mewajibkan zakatfithrah, satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum, pada hamba
sahaya (budak), orangyang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang
dewasa dari kaum Muslimin” (HR. At-Turmudzi).
Hikmah Disyari’atkan Zakat Fitrah
Sebagaimana riwayat Ibnu ‘Abbas bahwa, “Rasulullah Saw (atas
petunjuk Allah) telah mewajibkan zakat fithrah sebagai thuhrah (pembersih) bagi
orang yang melakukan shaum (Ramadhan) dari perbuatan dan ucapan yang sia-sia
dan keji, dan merupakan makanan bagi orang-orang miskin. Siapa yang
menunaikannya sebelum sholat Idul Fitri, maka zakat fitrah itu adalah zakat
yang diterima (Allah). Dan siapa menyerahkannya setelah sholat Id, maka zakat
itu akan menjadi sedekah (bukan lagi zakat namanya)“. (HR. Abu Daud dan Ibnu
Majah, disahkan oleh Hakim).
Berdasarkan hadits di atas, Dr. Yusuf Qardhawi menyimpulkan,
bahwa hikmah zakat
fitrah ini terdiri dari dua hal:
Pertama, yang berhubungan dengan orang yang berpuasa pada
bulan Ramadhan. Kadang dalam berpuasa, seseorang bisa terjerumus pada omongan
dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya, padahal puasa seseorang baru sempurna
manakala lidah dan anggota tubuhnya juga turut berpuasa. Tidak diizinkan bagi
orang yang berpuasa, baik lidahnya, telinganya, matanya, hidungnya, tangannya
maupun kakinya mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, baik
ucapan maupun perbuatan. Akan tetapi manusia dengan kelemahannya sebagai
manusia, tidak bisa melepaskan dirinya dari hal-hal tersebut, sehingga
datanglah kewajiban zakat fitrah diakhir bulan, yang bertujuan sebagai
pembersih yang membersihkan kotoran-kotoran puasa dan sebagai penambal yang
insya Allah dapat menambal segala yang kurang, karena
kebaikan-kebaikan itu sesungguhnya dapat menghilangkan yang kotor-kotor.
kebaikan-kebaikan itu sesungguhnya dapat menghilangkan yang kotor-kotor.
Namun, hikmah dan rahasia ini jangan disalahartikan,
mentang-mentang bakal dibersihkan dan ditambal kekurangan ibadah puasanya,
lantas berbuat sekenanya saat melakukan puasa. Sebagaimana Rasulullah Saw telah
bersabda, “Siapa yang tidak meninggalkan ucapan danperbuatan dosa (saat
berpuasa), maka Allah tidak membutuhkan pengorbanannya dari meninggalkan makan
dan minum“. (HR. Bukhari).
Benar bahwa zakat fitrah akan membersihkan dan menambal
kekurangan ibadah puasa, tapi lebih tepat itu diartikan sebagai harapan yang
diberikan Allah SWT kepada kita agar pengorbanan kita berupa lapar dan haus
serta lesu saat melakukan puasa Ramadhan tak sia-sia, karena kealpaan dan
keteledoran yang kita lakukan secara tidak sengaja selama melaksanakan puasa di
bulan Ramadhan.
Allah SWT berfirman, “Dan kelak akan dijauhkan
orangyangpaling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni
‘mat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya YangMaha Tinggi“. (QS. Al-Lail [92]: 17-20).
Kiranya mencari keridhaan Allah SWT sebagaimana yang
termaktub dalam arti firman Allah SWT di atas itulah yang menjadi kata kunci
saat seseorang mengeluarkan zakat fitrahnya, sehingga zakat fitrah itu kelak
berfungsi untuk membersihkannya.
Kedua, yang berhubungan dengan masyarakat, menumbuhkan rasa
kecintaan orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkannya. Hari Raya
Idul Fitri adalah hari gembira dan bersuka cita yang datangnya hanya setahun
sekali, karenanya kegembiraan itu harus ditebarkan pada seluruh anggota
masyarakat Muslim. Tapi bagaimana seorang Muslim dapat merasakan kebahagiaan
Idul Fitri, manakala ia melihat seorang muslim yang kaya dan mampu menyantap
segala makanan yang lezat dan baik, sementara ia sendiri, jangankan menyantap,
bahan makanan pokok yang untuk dimasak saj a dia tidak punya pada hari Raya
itu.
Maka dengan zakat fitrah ini, setiap muslim, apakah dia kaya
atau miskin dapat merasakan kebahagiaan yang datangnya hanya satu tahun sekali.
Zakat fitrah mewujudkan kebahagiaan setiap muslim pada hari Raya, karena kebahagiaan
itu harus dimiliki setiap muslim
http://tanaasuh.com
Sejenak membuat kita tertegun dan hati ini menjadi miris
saat mengingat problematika yang sedang melanda ummat ini. Pada setiap lini
kehidupan masyarakat, nampak pemandangan yang sangat kontras, yang kaya semakin
memperjelas eksistensi mereka bahwa mereka adalah seorang kaya raya dan
yang miskin semakin nampak kemiskinan mereka. Sebagian berprofesi sebagai
direktur perusahaan, berlomba-lomba meninggikan gedung-gedungnya. Sebagian
berprofesi sebagai buruh harian, menghabiskan hidupnya di gubuk-gubuk. Sebagian
berpenghasilan puluhan juta bahkan ratusan juta rupiah setiap bulan, sebagian
hanya berpenghasilan ratusan ribu atau puluhan ribu setiap bulan bahkan ada
yang tak mampu mendapatkan penghasilan. Sudah sangat beruntung jika bisa
mendapatkan sesuap nasi dalam sehari.
Ada bocah yang tidur kekenyangan di rumah mewah yang ber-AC
sementara ada juga anak kecil yang tergeletak di kolong jembatan tanpa baju dan
perut keroncongan. Gambaran ini sekaligus menjadi bukti bahwa sistem
kapitalis-materialis hanya akan memunculkan jurang diskriminasi. Si kaya makin
kaya, sedang si miskin makin tercekik dengan bunga hutang yang berlipat dari
aslinya. Demikian juga sosialis yang terlalu generalis, menyamaratakan kekayaan
dan merampas kepemilikan individu adalah ‘perampokan’ yang berbahasa halus.
Sungguh, geliat hidup masyarakaat saat ini semakin
menunjukkan ketimpangan tatanan sosial. Selain pemandangan kontras di atas,
juga terjadi pergolakan sosial dalam rangka mempertahankan kehidupan.
Perampokan, pencurian, dan pembunuhan merupakan bukti hilangnya kontrol
dan keseimbangan tatanan sosial dalam komunitas masyarakat. Di tengah gejolak
sosial yang kian menjadi-jadi ini para pengamat semakin sibuk mengamati
fenomena sosial yang terjadi, namun yang diamati juga tak kunjung berubah.
Begitupun para elit politik sibuk memperbincangkannya, berdebat siang dan malam untuk mencari solusi namun sampai sekarang belum juga ditemukan solusinya karena sayangnya sebagian hanya menjadikannya sebagai wacana kampanye. Para wakil rakyat terus berpikir, sampai-sampai saking lamanya dipikirkan sebagian diantara mereka ada yang tidak sadar hak rakyat sudah masuk kantong pribadi, hingga ada rakyat yang mati kelaparan.
Begitupun para elit politik sibuk memperbincangkannya, berdebat siang dan malam untuk mencari solusi namun sampai sekarang belum juga ditemukan solusinya karena sayangnya sebagian hanya menjadikannya sebagai wacana kampanye. Para wakil rakyat terus berpikir, sampai-sampai saking lamanya dipikirkan sebagian diantara mereka ada yang tidak sadar hak rakyat sudah masuk kantong pribadi, hingga ada rakyat yang mati kelaparan.
Komunitas Masyarakat yang Dirindukan
Saat ini sangat dibutuhkan komunitas masyarakat yang memiliki insting kepedulian sosial. Peka terhadap lingkungan sekitarnya dan siap untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan tanpa didasari dengan kepentingan apa-apa. Hanya mengharap keuntungan dari Rabb yang Maha Kaya sebagaimana dalam Q.S.Faathir: 29 “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
Saat ini sangat dibutuhkan komunitas masyarakat yang memiliki insting kepedulian sosial. Peka terhadap lingkungan sekitarnya dan siap untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan tanpa didasari dengan kepentingan apa-apa. Hanya mengharap keuntungan dari Rabb yang Maha Kaya sebagaimana dalam Q.S.Faathir: 29 “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
Problematika yang melanda ummat ini tidak akan menemukan
jalan keluar selama pola pikir masyarakat masih terbentuk oleh kehidupan dan
arus meterialis. Setiap permasalahan hendak diselesaikan dengan cara dan pola
ukur standar materi.
Masyarakat yang memiliki kepedulian sosial adalah masyarakat
yang menjadikan ikatan iman seorang mukmin dengan mukmin lainnya disamakan
dengan ikatan kekeluargaan. Seperti proses berdirinya masyarakat madani di
Madinah pertama kali di bangun atas dasar kokohnya ruh ukhuwah (jiwa
persaudaraan) karena begitulah Allah mengajarkan kepada kita dalam Q.S
al-Hujurat:10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”.
Komunitas masyarakat yang dirindukan adalah komunitas yang
meneladani persaudaraan kaum Muhajirin dan Anshar serta komunitas masyarakat di
bawah kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz yang mana pada saat itu, banyak
masyarakat yang hendak mengeluarkan zakat namun tidak ada yang mau menerimanya
karena merasa tidak berhak untuk menerimanya.
Zakat Fitrah, Menumbuhkan Kepedulian Sosial
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”(Q.S. al-Baqarah: 43)
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”(Q.S. al-Baqarah: 43)
Begitu tingginya perhatian Islam terhadap zakat,
sampai-sampai posisinya disejajarkan dengan kewajiban menjalankan shalat lima
waktu. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat merupakan pilar utama yang harus
ditegakkan dalam Islam dan tentunya bermuara pada suatu tujuan. Yaitu sebagai
instrument untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa,“Barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar” (Ath Thalaaq: 2)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan solusi atas problematika
yang sedang dihadapi, termasuk problematika ketimpangan sosial yang sedang
melanda ummat ini.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada Mu’adz
ketika beliau mengutusnya ke Yaman, “…Maka beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah memfardhukan atas mereka zakat di dalam harta yang dipungut dari
orang kaya mereka dan dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang fakir mereka.
Jika mereka telah menaatinya, maka berhati-hatilah terhadap kekayaan yang
mereka muliakan….” (H.R. Bukhari)
Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan zakat fitri
sebagai penyucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia
dan perbuatan kotor serta sebagai makanan untuk mencukupi kebutuhan orang-orang
miskin. Selain itu, zakat fithri dapat menumbuhkan sifat kepedulian sosial
yaitu kedermawanan dan kecintaan untuk selalu membantu sesama muslim dan
sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa terhadap apa yang terjadi dalam
berpuasa, baik berupa kekurangan, kekeliruan maupun perbuatan dosa yang
dikerjakannya selama berpuasa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan dorongan
untuk berzakat “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah:103)
Allah memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang
tidak menunaikan zakat“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih pada hari dipanaskan emas perak itu
dalam Neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari yang kamu simpan
itu”. (At-Taubah: 34-35)
Optimalisasi Peran Zakat Fitrah Membentuk Masyarakat
Harmonis
Pada dasarnya, jika zakat dioptimalkan perannya maka dapat
membentuk tatanan masyarakat harmonis. Namun sayangnya, pada tataran
implementasi sebagaian kaum muslimin menjalankan rukun Islam yang ke tiga ini
hanya sekedar menggugurkan kewajiban atau simbolis saja bahwa mereka beragama
Islam. Padahal zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda,
transendental dan horizontal, oleh sebab itu zakat memiliki peranan besar dalam
kehidupan manusia. Sebagai makhluk yang mengabdi kepada Allah dan sebagai hamba
yang hidup bersama makhluk yang lain. Oleh karena itu, zakat dapat menjadi
sarana untuk mengatasi kesenjangan sosial.
Zakat fitri tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang
berhak menerimanya, mereka adalah dari golongan fakir miskin, berdasarkan
hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumabahwa, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih (diri) bagi
yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor serta sebagai makanan
bagi orang-orang miskin (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daruquthni dan Hakim)
Agar zakat tidak sekedar menjadi simbol, maka ada beberapa
peran strategis zakat fithri yang perlu menjadi perhatian masyarakat sehingga
zakat dapat mewujudkan tatanan masyarakat harmonis:
Membangun keseimbangan tatanan sosial kemasyarakatan antara
si kaya dan si miskin dengan adanya uluran tangan orang kaya kepada orang fakir
dan miskin dapat memberantas penyakit hati berupa iri hati, rasa benci dan
dengki.
Mengayomi kaum dhuafa dengan tidak sekedar menggugurkan
kewajiban, tidak sekedar memberi makanan untuk menghilangkan rasa lapar akan
tetapi membantu dan menolong mereka untuk keluar dari kemiskinan.
Mensucikan diri dari lumuran dosa dan menumbuhkan akhlak
yang mulia. Menjadi sosok manusia yang ramah, murah hati/ tidak sombong, dan
peka terhadap lingkungan sekitar serta mengikis sikap kikir dan serakah.
Sehingga akan tercipta ketenangan batin yang sadar akan kewajibannya sebagai
hamba Allah dan sebagai makhluk sosial.
Membangun sebuah sistem dalam tatanan masyarakat berdasarkan
prinsip ukhuwah islamiyah, ummatan wahidan, dan saling tolong menolong serta
sadar bahwa manusia semua sama di hadapan Sang Pencipta kecuali ketakwaan yang
membedakanya.
Mewujudkan tatanan masyarakat sejahtera, dimana hubungan
yang satu dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang akhirnya
menciptakan suasana hidup tentram lahir dan bathin.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersatukan
hati-hati kita dalam ketaatan kepada-Nya. “dan Yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang
berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi
Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha
Bijaksana.” (Q.S. Al-Anfaal: 63).
Semoga sebentar lagi di negeri ini tercipta sebuah
masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur. Amin. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar