JUMLAH bagian yang telah ditentukan Al-Qur'an ada enam macam, yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6). Kini mari kita kenali pembagiannya secara rinci, siapa saja ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dengan bagian yang berhak ia terima.
A. Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat Setengah
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan separo dari harta waris peninggalan pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan. Kelima ashhabul furudh tersebut ialah suami, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan seayah. Rinciannya seperti berikut:
1. Seorang suami berhak untuk mendapatkan separo harta
warisan, dengan syarat apabila pewaris tidak mempunyai keturunan, baik anak
laki-laki maupun anak perempuan, baik anak keturunan itu dari suami tersebut
ataupun bukan. Dalilnya adalah firman Allah:
"... dan bagi kalian (para suami) mendapat separo dari
harta yang ditinggalkan istri-istri kalian, bila mereka (para istri) tidak
mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)
2. Anak perempuan (kandung) mendapat bagian separo harta peninggalan
pewaris, dengan dua syarat:- Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki (berarti anak perempuan tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki, penj.).
- Apabila anak perempuan itu adalah anak tunggal. Dalilnya adalah firman Allah: "dan apabila ia (anak perempuan) hanya seorang, maka ia mendapat separo harta warisan yang ada". Bila kedua persyaratan tersebut tidak ada, maka anak perempuan pewaris tidak mendapat bagian setengah.
- Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki (yakni cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki).
- Apabila hanya seorang (yakni cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki tersebut sebagai cucu tunggal).
- Apabila pewaris tidak mempunyai anak perempuan ataupun anak laki-laki.
4. Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta warisan, dengan tiga syarat:
- Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
- Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan).
- Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai keturunan, baik keturunan laki-laki ataupun keturunan perempuan.
"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaituj: jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan,
maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya ...'" (an-Nisa': 176)
5. Saudara perempuan seayah akan mendapat bagian separo dari harta warisan
peninggalan pewaris, dengan empat syarat:- Apabila ia tidak mempunyai saudara laki-laki.
- Apabila ia hanya seorang diri.
- Pewaris tidak mempunyai saudara kandung perempuan.
- Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakak, dan tidak pula anak, baik anak laki-laki maupun perempuan.
Ashhabul furudh yang Berhak
Mendapat Seperempat
Adapun kerabat pewaris yang berhak mendapat seperempat
(1/4) dari harta peninggalannya hanya ada dua, yaitu suami dan istri.
Rinciannya sebagai berikut:
1. Seorang suami berhak mendapat bagian seperempat (1/4)
dari harta peninggalan istrinya dengan satu syarat, yaitu bila sang istri
mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya, baik
anak atau cucu tersebut dari darah dagingnya ataupun dari suami lain
(sebelumnya). Hal ini berdasarkan firman Allah berikut:
"... Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya É" (an-Nisa': 12)
2. Seorang istri akan mendapat bagian seperempat (1/4)
dari harta peninggalan suaminya dengan satu syarat, yaitu apabila suami tidak
mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya ataupun dari
rahim istri lainnya. Ketentuan ini berdasarkan firman Allah berikut:
"... Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak ..." (an-Nisa': 12)
Ada satu hal yang patut diketahui oleh kita --khususnya
para penuntut ilmu-- tentang bagian istri. Yang dimaksud dengan "istri
mendapat seperempat" adalah bagi seluruh istri yang dinikahi seorang
suami yang meninggal tersebut. Dengan kata lain, sekalipun seorang suami meninggalkan
istri lebih dari satu, maka mereka tetap mendapat seperempat harta
peninggalan suami mereka. Hal ini berdasarkan firman Allah di atas, yaitu
dengan digunakannya kata lahunna (dalam bentuk jamak) yang bermakna 'mereka
perempuan'. Jadi, baik suami meninggalkan seorang istri ataupun empat orang
istri, bagian mereka tetap seperempat dari harta peninggalan.
|
|
Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat
Bagian Dua per Tiga
Ahli waris yang berhak mendapat bagian dua per tiga (2/3)
dari harta peninggalan pewaris ada empat, dan semuanya terdiri dari wanita:
- Dua
anak perempuan (kandung) atau lebih.
- Dua
orang cucu perempuan keturunan anak laki-laki atau lebih.
- Dua
orang saudara kandung perempuan atau lebih.
- Dua
orang saudara perempuan seayah atau lebih.
Ketentuan ini terikat oleh syarat-syarat seperti berikut:
1. Dua anak perempuan (kandung) atau
lebih itu tidak mempunyai saudara laki-laki, yakni anak laki-laki dari pewaris.
Dalilnya firman Allah berikut:
"... dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang
ditinggalkan ..." (an-Nisa': 11)
Ada satu hal penting yang mesti kita ketahui agar tidak
tersesat dalam memahami hukum yang ada dalam Kitabullah. Makna "fauqa
itsnataini" bukanlah 'anak perempuan lebih dari dua', melainkan 'dua anak
perempuan atau lebih', hal ini merupakan kesepakatan para ulama. Mereka
bersandar pada hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang mengisahkan vonis Rasulullah terhadap pengaduan istri Sa'ad
bin ar-Rabi' r.a. --sebagaimana diungkapkan dalam bab sebelum ini.
Hadits tersebut sangat jelas dan tegas menunjukkan bahwa
makna ayat itsnataini adalah 'dua anak perempuan atau lebih'. Jadi, orang yang
berpendapat bahwa maksud ayat tersebut adalah "anak perempuan lebih dari
dua" jelas tidak benar dan menyalahi ijma' para ulama. Wallahu a'lam.
2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki
akan mendapatkan bagian dua per tiga (2/3), dengan persyaratan sebagai berikut:
a.
Pewaris
tidak mempunyai anak kandung, baik laki-laki atau perempuan.
b.
Pewaris
tidak mempunyai dua orang anak kandung perempuan.
c.
Dua
cucu putri tersebut tidak mempunyai saudara laki-laki.
3. Dua saudara kandung perempuan (atau lebih) akan mendapat
bagian dua per tiga dengan persyaratan sebagai berikut:
a.
Bila
pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki maupun perempuan), juga tidak
mempunyai ayah atau kakek.
b.
Dua
saudara kandung perempuan (atau lebih) itu tidak mempunyai saudara laki-laki
sebagai 'ashabah.
c.
Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan, atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki. Dalilnya adalah firman Allah:
"... tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176)
4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih) akan mendapat
bagian dua per tiga dengan syarat sebagai berikut:
a.
Bila
pewaris tidak mempunyai anak, ayah, atau kakek.
b.
Kedua
saudara perempuan seayah itu tidak mempunyai saudara laki-laki seayah.
c.
Pewaris
tidak mempunyai anak perempuan atau cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki, atau saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan).
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi dua saudara perempuan
seayah untuk mendapatkan bagian dua per tiga hampir sama dengan persyaratan dua
saudara kandung perempuan, hanya di sini (saudara seayah) ditambah dengan
keharusan adanya saudara kandung (baik laki-laki maupun perempuan). Dan
dalilnya sama, yaitu ijma' para ulama bahwa ayat "... tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua per tiga dari harta yang
ditinggalkan oleh yang meninggal ..." (an-Nisa': 176) mencakup saudara
kandung perempuan dan saudara perempuan seayah. Sedangkan saudara perempuan
seibu tidaklah termasuk dalam pengertian ayat tersebut. Wallahu a'lam.
Ashhabul furudh yang Berhak Mendapat
Bagian Sepertiga
Adapun ashhabul furudh yang berhak mendapatkan warisan
sepertiga bagian hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara (baik laki-laki ataupun
perempuan) yang seibu.
Seorang ibu berhak mendapatkan bagian sepertiga dengan syarat:
- Pewaris
tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki.
- Pewaris
tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih (laki-laki maupun perempuan),
baik saudara itu sekandung atau seayah ataupun seibu. Dalilnya adalah
firman Allah:
"... dan jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga..." (an-Nisa': 11)
Juga firman-Nya:
"... jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam..." (an-Nisa':
11)
Catatan:
Lafazh ikhwatun bila digunakan dalam faraid (ilmu tentang
waris) tidak berarti harus bermakna 'tiga atau lebih', sebagaimana makna yang
masyhur dalam bahasa Arab --sebagai bentuk jamak. Namun, lafazh ini bermakna
'dua atau lebih'. Sebab dalam bahasa bentuk jamak terkadang digunakan dengan
makna 'dua orang'. Misalnya dalam istilah shalat jamaah, yang berarti sah
dilakukan hanya oleh dua orang, satu sebagai imam dan satu lagi sebagai makmum.
Dalil lain yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah firman Allah berikut:
"Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka
sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan) É"
(at-Tahrim: 4)
Kemudian saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, dua
orang atau lebih, akan mendapat bagian sepertiga dengan syarat sebagai berikut:
- Bila
pewaris tidak mempunyai anak (baik laki-laki ataupun perempuan), juga
tidak mempunyai ayah atau kakak.
- Jumlah
saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.
Adapun dalilnya adalah firman Allah:
"... Jika seseorang mati baik
laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara
itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ..." (an-Nisa': 12)
Catatan
Yang dimaksud dengan kalimat "walahu akhun au
ukhtun" dalam ayat tersebut adalah 'saudara seibu'. Sebab Allah SWT telah
menjelaskan hukum yang berkaitan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan
sekandung dalam akhir surat an-Nisa'. Juga menjelaskan hukum yang berkaitan
dengan bagian saudara laki-laki dan perempuan seayah dalam ayat yang sama. Karena
itu seluruh ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan "akhun au
ukhtun" dalam ayat itu adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan
seibu.
Selain itu, ada hal lain yang perlu kita tekankan di sini
yakni tentang firman "fahum syurakaa 'u fits tsulutsi" (mereka
bersekutu dalam yang sepertiga). Kata bersekutu menunjukkan kebersamaan. Yakni,
mereka harus membagi sama di antara saudara laki-laki dan perempuan seibu tanpa
membedakan bahwa laki-laki harus memperoleh bagian yang lebih besar daripada
perempuan. Kesimpulannya, bagian saudara laki-laki dan perempuan seibu bila
telah memenuhi syarat-syarat di atas ialah sepertiga, dan pembagiannya sama
rata baik yang laki-laki maupun perempuan. Pembagian mereka berbeda dengan
bagian para saudara laki-laki/perempuan kandung dan seayah, yang dalam hal ini
bagian saudara laki-laki dua kali lipat bagian saudara perempuan.
Ahli Waris dari Golongan Laki-laki
Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan) dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki (dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu, (8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman (saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki yang memerdekakan budak.Catatan
Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya, yang penting laki-laki dan dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan kakek, dan seterusnya.
I. Ahli Waris dari Golongan Wanita
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4) nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6) saudara kandung perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9) istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.Catatan
Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit dan seterusnya, yang penting perempuan dari keturunan anak laki-laki. Demikian pula yang dimaksud dengan nenek --baik ibu dari ibu maupun ibu dari bapak-- dan seterusnya.
Ahli Waris dari Golongan Laki-laki
Ahli waris (yaitu orang yang berhak mendapatkan warisan)
dari kaum laki-laki ada lima belas: (1) anak laki-laki, (2) cucu laki-laki
(dari anak laki-laki), (3) bapak, (4) kakek (dari pihak bapak), (5) saudara
kandung laki-laki, (6) saudara laki-laki seayah, (7) saudara laki-laki seibu,
(8) anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, (9) anak laki-laki dari
saudara laki-laki seibu, (10) paman (saudara kandung bapak), (11) paman
(saudara bapak seayah), (12) anak laki-laki dari paman (saudara kandung
ayah), (13) anak laki-laki paman seayah, (14) suami, (15) laki-laki yang
memerdekakan budak.
Catatan
Bagi cucu laki-laki yang disebut sebagai ahli waris di
dalamnya tercakup cicit (anak dari cucu) dan seterusnya, yang penting
laki-laki dan dari keturunan anak laki-laki. Begitu pula yang dimaksud dengan
kakek, dan seterusnya.
I. Ahli Waris dari Golongan Wanita
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada sepuluh: (1) anak
perempuan, (2) ibu, (3) anak perempuan (dari keturunan anak laki-laki), (4)
nenek (ibu dari ibu), (5) nenek (ibu dari bapak), (6) saudara kandung
perempuan, (7) saudara perempuan seayah, (8) saudara perempuan seibu, (9)
istri, (10) perempuan yang memerdekakan budak.
Catatan
Cucu perempuan yang dimaksud di atas mencakup pula cicit
dan seterusnya, yang penting perempuan dari keturunan anak laki-laki.
Demikian pula yang dimaksud dengan nenek --baik ibu dari ibu maupun ibu dari
bapak-- dan seterusnya.
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar