Senin, 01 September 2014


HADITS MUDHU
Maudhu’ berarti bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau membuat-buat. Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya. Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.

A. Pendahuluan

Meski begitu besarnya fungsi dan kedudukan Hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah Alquran al-Karim, namun seperti dicatat dalam sejarah, ternyata penulisan dan kodifikasi Hadis secara resmi baru dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu lamanya rentang antara waktu sejak meninggalnya Rasulullah saw. hingga waktu kodifikasi Hadis.

Dalam perjalanan sejarah Hadis, banyak muncul Hadis-Hadis palsu yang diterbitkan oleh beberapa golongan untuk tujuan tertentu baik politik seperti yang dilakukan oleh kaum Syi’ah, atau ekonomi seperti pemalsuan hadis yang menyatakan bahwa melombakan merpati adalah seuatu hal yang disuruh Rasul, fanatisme terhadap sebuah ajaran atau golongan seperti hadis yang mengatakan bahwa Rasul telah memberikan kepemimpinan kepada Ali. Makalah ini akan menguraikan tentang Hadis palsu dan beberapa kajian yang berkaitan dengannya

B. Pengertian Hadis Maudhu

Dari segi bahasa, maudhu’ berarti bentuk ism maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau membuat-buat.[1] Bila dikaitkan dengan Hadis maka berarti mengada-adakan Hadis atau memalsukan Hadis. Menurut ilmu Hadis, Hadis maudhu’ berarti Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya.[2]

Dalam sumber lain dikatakan bahwa Hadis maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan kepada Rasulullah saw.[3] Dari beberapa defenisi di atas dapat terlihat adanya beberapa kesamaan unsur tentang tanda adanya pemalsuan Hadis, yaitu:

1. adanya unsur kesengajaan.
2. ada unsur kebohongan atau ketidaksesuaian dengan fakta.
3. ada penisbahan kepada Rasulullah saw. berupa ucapan perbuatan atau pengakuan.

C. Sejarah dan Perkembangan Hadis Maudhu’.

Ada perbedaan pendapat tentang kapan munculnya pemalsuan Hadis. Di antara perbedaan itu ada yang berpendapat bahwa pada zaman Rasulullah saw. belum terjadi pemalusan Hadis. Pendapat ini diutarakan oleh Abdul Wahhab, namun meski demikian, ia juga tidak menolak adanya kemungkinan unsur pemalsuan terhadap Rasulullah saw. dan ajaran Islam yang dilatari berbagai faktor.[4]

Beberapa faktor yang turut melatari hal tersebut, menurut Abdul Wahhab, adalah adanya anggapan bahwa Rasulullah saw. tidak melarang bahkan memberi kesempatan bila dipandang dapat memberikan manfaat positif bagi kemajuan ummat Islam. Pemalsuan tersebut bisa berupa nasehat agama.

Faktor yang lain adalah adanya kecerobohan dalam meriwayatkan Hadis oleh perawi-perawi yang lemah sehingga timbul kesalahan dalam berbagai bentuk. Seperti riwayat yang sebenarnya bukan berasal dari Rasulullah saw., akan tetapi karena kesilapan, riwayat tersebut disandarkan kepada Rasulullah saw.

Pendapat yang lain mengatakan bahwa pemalsuan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. pendapat ini seperti yang diajukan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin. Salahuddin al-adabi berpendapat bahwa pemalsuan Hadis yang sifatnya melakukan kebohongan terhadap Rasulullah saw. dan berhubungan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. yang dilakukan oleh orang-orang munafiq. Sedangkan pemalsuan yang Hadis yang berkenaan dengan masalah agama belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw.

Alasan yang dikemukakan oleh al-Adabi adalah Hadis yang diriwayatkan oleh at-Thahawi (w. 321 H) dan at-Tabrani (w. 360 H). Riwayat itu menyatakan bahwa pada masa Rasulullah saw., adalah seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan Rasulullah saw. orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Rasulullah saw. untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar Madinah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Amin, ia beralasan dengan adanya Hadis Rasulullah saw. yang bisa dimaknai dengan adanya kemungkinan terjadinya pembohongan di zaman Nabi. Hadis yang dimaksud adalah:
و من كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.

Hadis ini meskipun dapat dimaknai sebagai bentuk peringatan agar tidak terjadi pembohongan atas nabi, tapi oleh Ahmad Amin, Hadis ini dimaknai telah ada pembohongan pada masa tersebut.[5]

Kedua pendapat tersebut di atas, nampaknya memerlukan pengujian, terutama dari segi historis yang dapat mendukungnya yang juga dapat mencari tahu siapa dan kapan terjadinya pembohongan tersebut. selain dari itu, dari segi matan riwayat yang dikemukakan oleh al-Adabi yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong dan apabila yang ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Rasulullah saw. memerintahkan jasad orang tersebut dibakar. Bukankah ini sesuatu yang tidak berguna dan bertentangan dengan ajaran Islam?.

Dari segi sanad Hadis yang dipakai oleh al-Adabi telah mendapat penilaian dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang telah mengatakan bahwa ada nama sahabat yang dinilainya tidak sahih. Selain dari itu, riwayat tersebut merupakan riwayat tambahan dari Hadis mutawatir yang dijadikan alasan oleh Ahmad Amin.[6]

Pendapat ketiga adalah pemalsuan menurut kebanyakan ulama. Ajjaj al-Khatib menegaskan bahwa pemalsuan tidak terjadi dari sahabat dan dari para tabi’in besar, dan kalaupun terjadi hanya muncul dari sebagian orang jahil dari kalangan tabiin.[7]

Muhammad bin Iraq al-Kinani[8] mengatakan bahwa pada masa pertengahan masa tabi’in yakni awal abad 11 H, terdapat kelompok yang lemah dan banyak sudah memarfu’kan yang mauquf dan meriwayatkan yang mursal. Pada masa tabi’in kecil (150 H), muncul kelompok-kelompok politik, unsur-unsur filsafat, keyakinan agama, fanatisme, kebohongan dan kesalahan.[9]

Kebanyakan ulama Hadis berpendapat bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pertamakalinya setelah tahun 40 H, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang kontra dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang menyebabkan terpecahnya ummat Islam dan muncul golongan-golongan kelompok agama dan politik yang berbeda. Antar kelompok yang ada saling menguatkan kelompoknya dengan Alquran al-Karim dan sunnah. Tentu saja tidak setiap golongan menguatkan kelompoknya dengan menggunakan Alquran al-Karim dan sunnah, maka sebagian mencoba mentakwilkan Alquran al-Karim dan menafsirkan Hadis dengan cara yang tidak benar. Ketika sebuah ayat maupun Hadis tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuannya (karena banyaknya orang yang menghafal Alquran al-Karim dan sunnah) maka mereka mencoba berdalih dengan membuat-buat Hadis dan kebohongan atas Rasulullah saw. Maka muncullah Hadis-Hadis yang berkenaan dengan khalifah yang empat dan pemimpin masing-masing kelompok. Demikian juga halnya dengan aliran-aliran politik, agama dan lainnya.[10]

Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa catatan penting tentang berkembangnya pemalsuan Hadis:
  • pemalsuan yang dipandang terjadi pada masa Rasulullah saw. seperti yang dikatakan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin, tidak didukung dengan fakta yang kuat.
  • pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terdapat pula periwayatan ajaran agama Islam sebagai nasehat yang dilakukan secara cermat yang dimaknai bukan sebagai pemalsuan.
  • pemalsuan muncul berawal dari kecerobohan oleh perawi-perawi yang lemah dengan cara:
a. memarfu’kan Hadis mauquf
b. menyambungkan Hadis mursal.

Hal ini terjadi pada pertengahan masa tabi’in yang berlanjut dengan kebohongan dalam mentakwilkan ayat dan Hadis hingga berujung kepada pemalsuan Hadis.

4. kebanyakan ulama mengindikasikan terjadinya pemalsuan setelah tahun 40 H yang dipicu oleh persoalan politik, filsafat dan faham keagamaan.

D. Faktor-Faktor yang Melatari Hadis Maudhu’

Beberapa faktor yang disebut oleh para ahli yang melatari munculnya Hadis maudhu’, di antaranya adalah:

1. politik

Setelah Utsman bin Affan wafat, timbul perpecahan di kalangan ummat Islam dengan lahir pendukung masing-masing kelompok yang berseteru, seperti kelompok pendukung Ali, pendukung Mu’awiyah dan kelompok ketiga yakni Khawarij yang muncul setelah terjadinya perang Shiffin.[11] Dari tiga kelompok tersebut, Syi’ahlah yang pertamakali melakukan pemalsuan. Hadis yang dibuat oleh kelompok Syi’ah adalah:

على خير البشر من شك فيه كفر
ali adalah orang terbaik, barang siapa yang meragukannya maka ia telah kafir.

Sedangkan Hadis yang dibuat oleh kelompok Mu’awiyah adalah:

ألا صفاء عند الله ثلاثة أنا و جبريل و معاوية

Ingatlah! Yang suci menurut Allah swt. hanya tiga, saya, Jibril dan Mu’awiyah.

Sementara kelompok Khawarij tidak membuat Hadis yang sesuai dengan keyakinan mereka bahwa berbohong adalah dosa besar dan pelaku dosa besar adalah kafir.[12]

2. Musuh Islam (Zindiq).

Di antara nama-nama orang-orang zindiq yang memalsukan Hadis adalah Muhammad ibnu Said al-Samiy. Dia meriwayatkan Hadis yang diakuinya berasal dari Humaid dari Anas dari Rasulullah saw. berbunyi:

أنا خاتم النبيين لا نبي بعدى إلا أن يشاء الله

Aku adalah penutup para nabi-nabi, tidak ada nabi setelahku kecuali Allah swt. menghendakinya.

Tokoh lainnya adalah Abdul Karim ibnu al-Auza’ yang telah memalsukan sebanyak 4000 Hadis yang berhubungan dengan penghalalan yang haram dan pengharaman yang halal. Mereka memalsukan Hadis untuk tujuan mengkaburkan dan menghilangkan kemurnian agama dalam pandangan ahli fikir dan ilmu.

3. Fanatisme

Para pendukung bahasa Persia menciptakan Hadis yang menyatakan kemuliaan bahasa tersebut, seperti:

إن كلام الذى حول العرش فارسى
sesungguhnya permbicaraan di sekitar Arsy adalah menggunakan bahasa Persia.

Sementara kelompok yang menantangnya membuat Hadis yang lain seperti:

أبغض كلام عند الله فارسى

Pembicaraan yang paling dibenci oleh Allah swt. adalah bahasa Persia.

4. Membuat cerita.

Salah satu tujuan menyampaikan sesuatu melalui cerita adalah bagaimana agar menarik perhatian atau untuk memperindah hal-hal yang tidak semestinya indah agar pendengarnya merasa tertarik. Pemalsuan yang terkait dengan hal tersebut adalah:

من قال لا إله إلا الله خلق الله من كل كلمة طير أنقاره من ذهب و ريشه من مرجان

Barang siapa mengatakan “tiada tuhan selain Allah, maka Allah akan menciptakan dari setiap kata-kata tersebut seekor burung yang paruhnya terbuat dari emas dan bulunya dari marjan.

5. Perbedaan pendapat.

Seperti:

كل من فى السماوات و الأرض و ما بينهما مخلوق غير القرأن

Setiap sesuatu yang ada di langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya adalah makhluk kecuali Alquran

6. semangat yang berlebihan untuk berbuat kebaikan yang tidak dilandasi permasalahan agama.

Ada anggapan di kalangan sebagian orang-orang shaleh dan para zahid bahwa untuk tujuan targhib dan tarhib maka pemalsuan dengan tujuan tersebut tidak masuk dalam kategori orang-orang yang dilaknat nabi dalam Hadis “barang siapa berbohong atasku dengan sengaja......”,

7. untuk mendekatkan diri kepada penguasa.

Ghayyas bin Ibrahim telah membuat kebohongan melalui Hadis ketika ia memasuki istana al-Mahdi. Pada saat itu ia melihat al-Mahdi sedang mengadu burung merpati, maka ia mengucapkan memalsukan sebuah Hadis dengan menambahi matannya.

Selain dari hal-hal tersebut di atas, masih ada beberapa sebab lain yang mendorong munculnya pemalsuan, seperti demi memuji sebuah usaha atau pekerjaan tertentu.


E. Ciri-Ciri Hadis Maudhu’

a. Ciri-Ciri Pada Sanad.

1. berdasarkan pengakuan dari orang yang memalsukan Hadis.

Terdapat beberapa nama pemalsu Hadis yang mengakui perbuatannya, di antaranya adalah Abu Isma Nuh ibnu Abi Maryam tentang keutamaan surat-surat Alquran al-Karim. Abu Karim al-Auza’ yang memalsukan Hadis halal-haram.[13] Begitu juga dengan Abu Yazis yang mengaku telah memalsukan Hadis dan menyatakan bertobat dan minta ampun.[14]

2. tanda-tanda yang bermakna pengakuan.

Misalnya seorang rawi yang mengaku menerima Hadis dari seorang guru padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia mengatakan menerima Hadis dari seorang guru, padahal guru tersebut telah meninggal dunia sebelum ia lahir, seperti Ma’mun Ibnu Ahmad al-Saramiy yang mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah mendengar Hadis dari Hisyam dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke Syam,yang dijawab oleh Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun 250 H. , padahal Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.

3. terkesan dibuat-buat berdasarkan kejadiannya.

b. Ciri-Ciri Pada Matan.

Menelusuri pemalsuan Hadis secara akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan menganalisa matan tersebut. Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis maudhu’ adalah:

1. kelemahan atau kerancuan lafal Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak masuk akal.
6. bertentangan dengan nash Alquran al-Karim.
7. bertentangan dengan Hadis mutawatir.


E. Penutup

Hadis maudhu’ adalah Hadis yang dibuat-buat dan disandarkan kepada Rasulullah saw. ada beberapa faktor, sebab dan tujuan yang mendorong seseorang memalsukan Hadis, seperti:

1. untuk tujuan politik
2. fanatisme
3. ekonomi
4. dan sebagainya

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah sebuah Hadis palsu atau tidak, baik dengan melihat ciri-ciri pada sanad ataupun matan. Adapun ciri-ciri pada sanad adalah:

1. adanya pengakuan seorang rawi bahwa ia memalsukan Hadis.
2. terdapat hal-hal yang menjukkan bahwa seorang rawi memalsukan Hadis.
3. terkesan dibuat-buat.

Sedangkan ciri-ciri pada matan adalah:

1. kelemahan atau kerancuan lafal Hadis dan maknanya.
2. kerusakan makna hingga tidak dapat diterima oleh indera.
3. mentolerir perbuatan dan dorongan syahwat.
4. terdapat fakta yang bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal atau berita yang tidak masuk akal.
6. bertentangan dengan nash Alquran al-Karim atau Hadis mutawatir.

Maf'ulun bih

Maf'ulun bih adalah isim manshub yang menjadi objek pekerjaan fa'il.

Secara bahasa Indonesia disebut objek.

Contoh kalimat:
قـرأتُ الـكـتـابِ (Qoro-tu al-kitaba) = Saya membaca buku. Maka kata al-kitaba (buku) adalah objek.  

Salah satu contoh yang terdapat di dalam Al-Qur'an:
و أحل الله البيع و حرم الربا (Wa ahallallahul bai'a wa harromar ribaa) = Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al Baqoroh : 275).

Pada ayat di atas, kata "jual beli" dan "riba" adalah maf'ulun bih. Kata "jual beli" adalah maf'ulun bihdari kata kerja "menghalalkan", dan "riba" adalah maf'ulun bih dari kata kerja "mengharamkan".

Kaedah-kaedah Maf'ulun bih:
Maf'ulun bih dapat berupa:
1.      Isim mu'rob seperti contoh di atas. Kata al-kitab, al-bai'a, ar-riba, dll adalah contoh isim mu'rob.
2.      Isim mabni (Dhomir muttasil, dhomir munfashil, isim isyaroh, isim maushul). Contoh : رأيتك(roaituka) = Saya melihat kamu. Dhomir "ka" (kamu) adalah dhomir muttasil yang menempati kedudukan nashob sebagai maf'ulun bih).
Pertanyaan (untuk menguji pemahaman):
1.      Apa pengertian maf'ulun bih?
2.      Apa i'rob maf'ulun bih? rofa', nashob, jar, atau jazm?

3.      Tuliskan contoh maf'ulun bih di dalam kalimat bahasa Indonesia, kemudian terjemahkan ke dalam bahasa arab!

Materi Pendidikan Agama Islam Kelas XI BAB 4

Sampaikan Dariku Walau Satu Ayat
Membuka Relung Hati

Pada dasarnya, setiap individu muslim diperintahkan untuk melaksanakan dakwah Islam sesuai dengan kadar kemampuannya. Siswa muslim juga punya kewajiban itu. Apalagi Allah Swt. memberi predikat kepada kita sebagai khairu ummah (sebaik-baiknya umat). Predikat ini akan sesuai jika kita selalu berusaha  di barisan depan orang-orang yang gemar berdakwah. Banyak dalil atau ayat dan hadis yang menyebutkan kewajiban dakwah bagi setiap individu mukmin. Dalam sebuah hadis ṡahih, Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Amr. dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sampaikanlah dariku                walaupun satu ayat.” (HR. Bukhari)
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan               mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah....” (Q.S. Āli Imrān/3:110)

Mengkritisi Sekitar Kita

Allah Swt. berfirman bahwa: “Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan rugi, kecuali orang yang beriman, beramal saleh, dan saling memberi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran.” (Q.S. al-Aṡr/103: 2-3)
Sudah banyak kita saksikan di masyarakat sekarang ini, banyak bermunculan da’i muda. Dengan adanya
kontes dacil (da’i cilik di televisi dan lain sebagainya), menandakan gairah untuk berlomba-lomba dalam berdakwah terlihat semarak. Ini adalah fenomena positif yang harus dilestarikan. Kritisilah peristiwa berikut ini, kemudian berikan tanggapanmu dari beberapa sudut pandang (contoh dari sisi agama, sosial, budaya, dan sebagainya)!

1. Semarak berjilbab di kalangan artis maupun masyarakat umum mulai kian tampak, dengan berbagai mode dan desain jilbab yang sedang trend sekarang. Di satu sisi gairah beragama secara formal tampak sekali, di sisi lain kekerasan seksual juga melonjak. Padahal, sisi positif jilbab adalah untuk menghindari perilaku-perilaku buruk berupa pelecehan seksual. Ada apa dengan perilaku tercela ini?

2. Akhir-akhir ini, gairah menghidupkan masjid cukup membanggakan. Bisa kita lihat betapa banyaknya pembangunan masjid sampai pada program memakmurkan masjid seperti pengajian anak-anak, remaja, ibu-ibu, bahkan bapak-bapak sudah terprogram dengan rapi. Akan tetapi, pelaksanaan ṡalat berjamaah masih memilukan. Saat azan dikumandangkan, tayangan televisi, suara alunan musik masih kerap terlihat dan terdengar di rumah-rumah penduduk. Ada gejala apa sebenarnya?

3. Hermansyah adalah seorang siswa kelas XI salah satu SMA. Ia rajin beribadah, rajin mengajak teman untuk ikut pengajian remaja, kajian Islam, dan lain sebagainya. Dia sadar dengan banyak mengajak teman, ia harus introspeksi diri untuk mengamalkan ilmu yang didapat dari pengajiannya. Maka, ia berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi perilaku-perilaku tercela. Apa yang perlu direspons dari perilaku Hermansyah ini? Bagaimana hubungannya dengan kondisi sekarang ini?

Memperkaya Khazanah

A. Pengertian Khutbah, Tabl³g, dan Dakwah

Makna khutbah, tabl³g, dan dakwah hampir sama, yaitu menyampaikan pesan kepada orang lain. Secara etimologi (lugawi/bahasa), makna ketiganya dapat diuraikan sebagai berikut.
1. bermakna memberi nasihat dalam kegiatan ibadah seperti; ṡalat (ṡalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan nikah. Menurut istilah, khutbah berarti kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan langsung dengan keabsahan atau kesunahan ibadah. Misalnya khutbah Jumat untuk ṡalat Jum’at, khutbah nikah untuk kesunahan akad nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah, salawat, wasiat taqwa, dan doa.

2. Tabligh berasal dari kata:

yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tabl³g adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tabl³g, seorang mubaligh (yang menyampaikan tabl³g) biasanya menyampaikan tabl³g-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula sekarang istilah tabl³g akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.

3. Dakwah berasal dari kata:

yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan
mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān dan da’wah bilhāl. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya,  santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya.

B. Pentingnya Khutbah, Tabl³g, dan Dakwah

1. Pentingnya Khutbah Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas ibadah. Maka, khutbah tidak mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah. Contoh, apabila ṡalat Jumat tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak sah. Apabila wukuf di Arafah tidak ada khutbahnya, wukufnya tidak sah. Sesungguhnya, khutbah merupakan kesempatan yang sangat besar untuk
berdakwah dan membimbing manusia menuju ke-riḍa-an Allah Swt. Hal ini jika khutbah dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan menyampaikan materi yang dibutuhkan oleh hadirin menyangkut masalah kehidupannya, dengan ringkas, tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan. Khutbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang khathib harus memahami aqidah yang ṡaḥ³hah (benar) sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain. Seorang khatib seharusnya memahami
fiqh sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan mendorong kepada ketaatan. Seorang khathib sepantasnya juga seorang yang ṡālih, mengamalkan ilmunya, tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan pengaruh kebaikan
kepada para pendengar.

2. Pentingnya Tabl³g
Salah satu sifat wajib bagi rasul adalah tabl³g, yakni menyampaikan wahyu dari Allah Swt. kepada umatnya. Semasa Nabi Muhammad saw. masih hidup, seluruh aktunya dihabiskan untuk menyampaikan wahyu kepada umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, para tabi’in
(pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat). Setelah mereka semuanya tiada, siapakah yang akan meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang sesudahnya? Kita sebagai siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.

Banyak yang menyangka bahwa tugas tabl³g hanyalah tugas alim ulama saja. Hal itu tidak benar. Setiap
orang yang mengetahui kemungkaran yang terjadi di hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya (kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut). Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu. Siapa pun yang melihat kemungkaran terjadi di depan matanya, dan ia mampu menghentikannya, ia wajib menghentikannya. Bagi yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
Artinya: Dari Abi Said al-Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka ubahlah dengan
lisannya. apabila tidak mampu maka dengan hatinya (tidak mengikuti kemungkaran tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)

Teguran dari Allah Swt. melalui al-Qur’ãn Pada suatu hari Rasulullah saw. membaca al-Qur’ān dan menyampaikan dakwahnya dengan wajah berseri-seri. Tiba-tiba datang seorang buta yang bernama Abdullah bin Suraikh bin Malik bin Rabi’ah Al-Fihri. Ia hendak bertemu Nabi dan benar-benar
ingin mendapatkan penjelasan tentang Islam langsung dari Nabi. Tetapi Nabi tidak menghiraukannya, ia berharap dengan memperhatikan, pembesar Quraisy ini akan masuk Islam sehingga Islam makin kuat. Sementara si buta ini tidak banyak membawa pengaruh kepada kemajuan Islam sehingga dihiraukan oleh Nabi. Dengan adanya peristiwa tersebut, Allah Swt. menurunkan ayat Q.S. ‘Abasa/80: 1-11 sebagai berikut: Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serbacukup (pembesar-pembesar Quraisy), engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaranajaran
Allah) itu suatu peringatan.” Ayat tersebut sebagai teguran Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Sejak itu Nabi selalu berseri-seri menghormati siapa saja yang datang dan meminta penjelasan.

3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut berdakwah itu
hukumnya farḍu kifayah (kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu mengajarkan agar seorang muslim selalu menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat dan mendapat riḍa dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw. mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa metode dakwah yang bisa dilakukan seorang  muslim menurut syariat.
Arinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(Q.S. Āli ‘Imrān/3: 104)

C. Ketentuan Khutbah, Tabl³g, dan Dakwah

1. Ketentuan Khutbah
a. Syarat khatib
1) Islam
2) Ballig
3) Berakal sehat
4) Mengetahui ilmu agama
b. Syarat dua khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dhuhur
2) Khatib duduk di antara dua khutbah
3) Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas
4) Tertib
c. Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah
2) Membaca syahadatain
3) Membaca shalawat
4) Berwasiat taqwa
5) Membaca ayat al-Qur’ān pada salah satu khutbah
6) Berdoa pada khutbah kedua
d. Sunah khutbah
1) Khatib berdiri ketika khutbah
2) Mengawali khutbah dengan memberi salam
3) Khutbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang
4) Khatib menghadap jamaah ketika khutbah
5) Menertibkan rukun khutbah
6) Membaca surat al-Ikhlās ketika duduk di antara dua khutbah

Keterangan:

a. Pada prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik ṡalat Jumat, Idul Fitri, Idul Adha, ṡalat khusuf, dan ṡalat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan setelah ṡalat dan diawali dengan takbir.

b. Khutbah wukuf adalah khutbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir sama dengan khutbah Jumat. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan ketika wukuf di Arafah.

2. Ketentuan Tabl³g

Tabligh artinya menyampaikan. Orang yang menyampaikan disebut muballig. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyampaikan ajaran Islam. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

a. Syarat muballig
1) Islam,
2) Ball³g,
3) Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam menyampaikan tabl³gh
1) Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3) Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4) Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para                     pendengarnya atau penerimanya.
6) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang            lain.

3. Ketentuan Dakwah

Dakwah artinya mengajak. Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua cara berdakwah, yaitu dengan lisan (da’wah billisān) dan dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam berdakwah adalah seperti berikut.

a. Syarat da’i

1) Islam,
2) Ball³g,
3) Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.

b. Etika dalam berdakwah:

1) Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
2) Dakwah dilakukan dengan mauiẓatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa                      kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran).
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
4) Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan         santun serta menghargai pendapat orang lain.
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah) dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl/16:125)

Menerapkan Perilaku Mulia

Kita sebagai umat Islam harus bisa mengaplikasikan nilai-nilai khutbah, tabl³g, dan dakwah di mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Ketika melaksanakan ṡalat Jumat, hendaklah mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khātib. Bagaimana etikanya, bacaan-bacaan yang dibacanya, serta urutannya. Dengan memperhatikan khatib secara
utuh diharapkan suatu saat nanti bisa tampil sebagai khatib pada waktu ṡalat Jumat.
2. Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri, tawuran, menyontek, dan lain sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang logis, baik atas dasar agama maupun sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya dengan tangan (kekuasaan), apabila tidak mampu, dengan lisan; apabila tidak mampu cukup dalam hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang dilarang.
3. Ketika melihat sesuatu yang baik (baik menurut agama maupun masyarakat), mencontohlah. Dimulai dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Tidak boleh ditunda-tunda.
4. Melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti: peringatan hari besar Islam (Maūlid Nabi Muhammad saw., Isrā’ Mi’rāj, Nuzulul Qur’ān, dan lain-lain) baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat.
5. Memprakarsai kegiatan dakwah Islam di sekolah, remaja masjid, karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.

Rangkuman

1. Khutbah bermakna memberi nasihat agama dalam kegiatan ibadah seperti; ṡalat, wukuf, dan nikah. Khutbah lebih bersifat satu arah. Hanya khatib saja yang berbicara yang lain mendengarkan.

2. Tabl³g berarti menyampaikan, memberitahukan kebenaran kepada orang lain. Bisa bersifat dua arah, saling berdiskusi, dan lain sebagainya.

3. Dakwah berarti memanggil, menyeru, mengajak akan sesuatu hal, yakni kegiatan mengajak orang lain. Bisa bersifat dua arah.

4. Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl).

5. Dakwah billisan artinya dakwah yang dilakukan dengan berkata-kata, ceramah, tabl³g akbar, dan sebagainya.

6. Dakwah bilhal artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni fakir miskin, yatim piatu, menyumbang untuk fasilitas sosial, dan sebagainya.

Evaluasi

A. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d, atau e yang dianggap
sebagai jawaban yang paling tepat!
1. Islam, ball³g, berakal sehat adalah beberapa dari ....
a. syarat khutbah
b. rukun khutbah
c. sunnat khutbah
d. syarat khātib
e. orang beriman
2. Apabila ada orang yang mengatakan, “Saya nanti saja kalau sudah tua baru
bertobat dan akan menjalankan ajaran agama secara maksimal. Sekarang
saya belum bisa menjaga diri.” Hal yang harus kamu lakukan adalah sebagai
berikut, kecuali ....
a. membiarkan saja karena itu urusan dia, biar dia sendiri yang menanggungnya
b. membujuknya untuk bertobat sekarang
c. mengingatkan bahwa kematian seseorang tidak ada yang tahu
d. segeralah bertobat sebelum terlambat
e. memberikan tausiah tentang kisah-kisah teladan
3. Ketika khatib sedang berkhutbah, temanmu berbicara atau ngobrol. Hal yang
kamu lakukan adalah ...
a. mengatakan kepadanya kalau berbicara saat khatib sedang berkhutbah
dapat membatalkan pahala ṡalatnya,
b. memberitahukan kepada orang tuanya kalau anaknya suka bercanda saat
ṡalat Jumat berlangsung,
c. menjauhinya karena takut kita terpengaruh oleh perilaku-perilaku tercelanya
d. membiarkan dia ngobrol sendiri karena saya sedang khusus mendengarkan
khutbah,
e. memberi isyarat kepada temannya agar tidak berbicara dan ngobrol
4. Seorang da’i hendaklah memulai dakwahnya atas dirinya sendiri. Istilah
ungkapan tersebut adalah ...
a. amar ma’rūf
b. nah³ munkar
c. ib’da binafsik
d. haqqul yaq³n
e. uswatun hasanah
5. Salah satu metode dakwah Rasulullah saw. adalah “al-Mauiẓatul hasanah”
artinya ...
a. dengan kata-kata yang jelas
b. tutur kata yang sopan
c. dengan gaya yang menarik
d. nasihat/pengajaran yang baik
e. memberi hadiah
B. Jawablah soal-soal berikut sesuai dengan pernyataan!
1. Mengapa umat Islam diwajibkan untuk berdakwah?
2. Jelaskan perbedaan antara dakwah, tabl³g, dan khutbah!
3. Bagaimana cara berdakwah Nabi Muhammad saw.?
4. Bagaimana cara berdakwah di lingkungan yang memang sudah jauh dari nilainilai
ajaran Islam?
5. Apa yang kamu lakukan ketika melihat orang Islam yang perilakunya tidak
sesuai dengan apa yang ada dalam ajaran Islam?

10 Hukum Pertanyaan Kehidupan

Berapa orang dari kita yang pernah memikirkan sungguh-sungguh arti kehidupan ini? Meskipun kita menjalani hidup kita masing-masing, banyak dari kita yang mempertanyakan apakah arti kehidupan ini. Kita perlu menyisihkan waktu untuk memikirkan hal ini dengan serius. Kecuali kita benar-benar memahami kehidupan kita saat ini dan bagaimana kita menjalaninya, kita tidak bisa merubahnya sesuai dengan keinginan kita. Terdapat pandangan-pandangan kehidupan yang berbeda dimana orang-orang akan melihat kehidupan berdasarkan pendidikan, pemahaman, dan pengalaman pribadi mereka.
10. Pengambilan Keputusan
Ada saat tertentu dalam kehidupan dimana rasanya sulit untuk mengambil keputusan yang tepat. Hal ini mungkin terjadi karena kita tidak memiliki semua informasi yang kita butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat. Alasan lain ialah karena kita kurang berhati-hati dalam menghadapi situasi atau masalah tersebut. Faktor lain yang mungkin berujung pada kesalahan dalam pengambilan keputusan adalah kita merasa tidak sabaran sehingga kita membuat keputusan yang tergesa-gesa. Pada saat yang bersamaan, kita harus menganalisa dengan objektif penyebab kegagalan kita. Analisis objektif semacam ini akan membantu kita dalam usaha kita ke depan. Kita harus memastikan bahwa kesalahan yang kita lakukan tidak terulang kembali. Pengalaman masa lalu seharusnya menjadi bekal untuk kesuksesan kita di masa depan. Antusiasme dan minat yang lebih besar menjadikan kesalahan kita sebagai batu loncatan untuk kesuksesan di masa mendatang.
9. Seni Memberi
Dimanapun kita tinggal, kita mendapati bahwa ada orang-orang di sekitar kita yang sangat miskin dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sebagian dari mereka bahkan tidak bisa makan 2x sehari. Mereka tinggal di rumah yang lapuk. Mereka tidak memiliki pakaian yang layak untuk dikenakan. Anak-anak mereka terlihat di lingkungan sekitar kita dan tidak meneruskan pendidikan mereka. Ketika anda telah berada pada titik dimana anda merasa nyaman, pikirkanlah orang-orang tersebut yang berjuang susah payah untuk mencari uang demi bertahan hidup. Dalam hal ini, kita harus menyediakan bantuan bagi mereka dalam bentuk materi maupun bentuk lain. Beasiswa dapat ditawarkan kepada pelajar yang berasal dari keluarga miskin. Bantuan juga bisa diberikan untuk perawatan dan biaya rumah sakit bagi pasien yang miskin. Sebagian dari mereka tidak memiliki tempat berteduh dan terpaksa tidur di tempat terbuka. Singkat kata, kita bisa menemukan berbagai macam cara untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Dan kita harus membantu mereka tanpa pamrih. Mereka yang berkecukupan harus menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk kegiatan semacam ini.
8. Harapan dan Iman
Nasib bukanlah soal kesempatan; nasib adalah perihal pilihan. Nasib bukanlah sesuatu yang harus kita tunggu, namun sesuatu yang harus kita capai. Manusia adalah arsitek dari nasibnya sendiri. Nasib atau takdir merupakan hasil dari tindakan dan usaha kita. Jika kita mengetahui kejadian-kejadian yang akan kita alami di tahun mendatang, apa reaksi kita? Kebanyakan dari kita berpikir: kita sudah mengetahui nasib kita, jadi mengapa kita harus bekerja? Apapun yang kita lakukan hasilnya akan tetap sama. Jika anda terus bersikap demikian, anda tidak pernah maju. Tidak akan pernah ada produk baru maupun penemuan baru. Hanya stagnasi lah yang akan terjadi. Nasib membuat orang menjadi pasif dan menumpulkan pertumbuhannya. Kita tidak boleh bergantung pada nasib. Kita harus memahami pentingnya kejujuran dan kerja keras. Seperti kata pepatah: kerja adalah bagian dari doa. Kerja keras yang disertai kecerdasan dan ketulusan akan menghasilkan sukses di berbagai bidang.
7. Hukum Karma
Poin ini khusus bagi mereka yang percaya akan adanya hukum karma. Berdasarkan hukum karma, setiap akibat pasti memiliki sebab. Semua terjadi karena ada yang memulainya terlebih dahulu. Beberapa orang hidup hingga usia 100 tahun bahkan lebih sementara yang lain meninggal pada usia muda. Beberapa orang meninggal dengan cara yang menyakitkan dengan terbaring di rumah sakit karena penyakit serius. Sebaliknya, ada orang-orang yang meninggal tanpa merasa sakit. Pertanyaan dasar yang muncul dalam benak seseorang adalah: mengapa terdapat begitu banyak perbedaan dalam kehidupan manusia? Jawabannya sangat sederhana: karena hukum karma. Orang memperoleh hasil dari pemikiran serta tindakan mereka di kehidupan terdahulu. Jika seseorang telah hidup dengan jujur, membantu orang-orang di sekelilingnya; cepat atau lambat ia akan memperoleh imbalannya. Orang-orang yang memiliki kehidupan yang baik dan nyaman kemungkinan telah melakukan banyak perbuatan baik semasa hidupnya dulu; dan sebaliknya. Jiwa bersifat abadi dan selalu ada. Jiwa tidak pernah bisa ditenggelamkan ke dalam air atau dibakar dengan api. Tujuan utama dari jiwa adalah untuk mencapai tahap kesadaran diri dan kesempurnaan. Jiwa harus melalui beberapa tahap kelahiran dan kematian hingga akhirnya jiwa tersebut bisa mencapai tujuan akhirnya. Namun, jiwa bisa mencapai tujuan akhirnya jika jiwa tersebut tidak lagi memiliki hasrat, semua urusan-urusan telah dituntaskan dan tidak ada lagi beban yang ditanggungnya.
6. Manusia Harus Menghormati Sesamanya
Pada pandangan pertama, poin ini nampaknya berhubungan dengan aspek moral kehidupan. Tidak diragukan lagi, pertanyaan terhadap integritas moral cukup penting namun poin ini memiliki arti yang lebih mendalam. Seringkali, seseorang merasa dipermalukan oleh atasannya dan di hadapan rekan-rekan kerjanya. Jika dia terus dipermalukan di kantor atau di antara teman-temannya; ia akan kehilangan harga diri. Orang yang mengalami ini tidak saja akan merasa tidak berdaya dan terganggu, ia akan cenderung tidak menghargai atasannya dan bahkan menggunakan bahasa yang kasar. Dalam situasi semacam ini, sangat disarankan untuk mengundurkan diri dari tempat kerja maupun lingkungan meskipun dalam situasi tertentu hal ini tidak memungkinkan. Sebagai alternatif, ia seharusnya berterus terang kepada atasannya mengenai perasaan dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi pekerjaannya. Atasannya seharusnya cukup dewasa untuk memahami bahwa ia harus menghargai bawahannya. Dengan melakukan ini, hubungan antara atasan dan bawahan akan membaik dan akan tercipta keharmonisan diantara mereka berdua.
5. Manusia Harus Memiliki Kepuasan atas Kebutuhan Sosialnya
Manusia harus memiliki kehidupan sosial karena ia tidak dapat hidup seorang diri. Kecuali bagi mereka yang menjauhkan diri dari kehidupan materi dan mencari pencerahan jiwa; manusia membutuhkan interaksi sosial. Pada jaman dahulu, dalam sistem keluarga, kebutuhan sosial dapat terpenuhi dengan interaksi antar anggota keluarga. Namun dengan meningkatnya jumlah keluarga inti, manusia nyaris putus hubungan dengan interaksi sosial. Di kota-kota besar di tengah padatnya penduduk, seseorang bisa merasa terisolasi. Ia hidup di tengah-tengah orang asing. Ia harus memenuhi kebutuhan sosialnya dan menemukan cara untuk bercengkrama dengan lingkungan sekitarnya. Ia bisa bergabung dengan klub sosial atau asosiasi dimana ia bisa menghabiskan waktu dan berinteraksi dengan sesama anggota yang memiliki kesamaan minat. Para orang tua sebaiknya tidak terlalu mengekang kehidupan sosial anak-anak mereka. Jika mereka melarang anak-anak untuk bergaul dengan kawan-kawannya, orang tua seharusnya sadar bahwa hal itu akan menghambat pertumbuhan mereka.
4. Manusia Harus Memperoleh Rasa Superioritas (Setidaknya) Dalam 1 Hal
Jadilah ahli dalam beberapa bidang. Manusia harus memilh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, meskipun seringkali kebebasan untuk memilih pekerjaan tidaklah mungkin. Intinya adalah pekerjaan apapun yang ia lakukan, ia harus menjadi ahli dalam pekerjaannya, dan dari situlah ia akan mendapatkan rasa hormat dari kelompoknya. Keahlian ini harus terus ia miliki sepanjang hidupnya. Sebagai contoh, mari kita lihat dari bidang akademis. Seorang professor mengajar sebuah mata pelajaran dalam kelas-kelas tingkat lanjut di sebuah universitas. Ia tidak hanya harus memiliki pengetahuan yang cukup terhadap mata pelajaran yang ia ajarkan, ia juga harus mengajar dengan cara yang bisa dipahami murid-muridnya. Jika para murid menganggap ia bisa mengajar dengan baik, mereka akan bersemangat untuk hadir dalam mata kuliahnya dan memberikan rasa hormat baginya. Sang professor akan merasa sangat senang jika ia mengetahui bahwa mata pelajaran yang ia ajarkan dapat diterima dengan baik dan dihargai.
3. Energi Harus Disalurkan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan orang tua yang mencegah anak-anak mereka melakukan hal yang mereka minati. Jika si anak menentang keinginan orang tua nya , orang tua akan menegurnya dan meminta agar hal tersebut tidak mereka lakukan lagi. Hal ini mungkin akan berhasil untuk sementara waktu namun jika sering dilakukan, hal ini akan berdampak buruk bagi pertumbuhan anak. Jika si anak berada pada rentang usia 14-20 tahun, ia akan memberontak dan melawan ayahnya secara terbuka. Sebagai contoh, ketika air mendidih, uap dengan dorongan tenaga kuat akan dihasilkan. Nah, jika tidak ada pelepasan dan air terus mendidih, akan terjadi ledakan. Intinya adalah jika seseorang memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu, tidak disarankan untuk menekan dorongan tersebut. Menekan “dorongan tersebut” akan berakibat pada kemunduran kehidupan orang yang bersangkutan. Hal itu akan merampas kepribadian unik dari orang tersebut.
2. Manusia Harus Mendengarkan Suara Hatinya
Untuk mencapai kehidupan yang terorganisir, manusia harus mematuhi suara hatinya. Bahkan, poin ini adalah hukum terpenting dari hukum-hukum yang sudah ada. Jika manusia tidak mampu mendengarkan suara hatinya, ia tidak akan mampu mengendalikan dan mengarahkan hidupnya. Perlu dicatat juga bahwa kita tidak pernah bisa memutuskan apa yang harus dilakukan orang lain. Namun kita bisa mendengar suara hati kita yang akan memberi tahu kita apa yang harus kita lakukan. Sekali lagi, orang tua memiliki peran besar untuk mendorong anak-anak mereka; semakin mereka dewasa mereka harus mengarahkan kehidupan mereka. Untuk hal ini, orang tua harus memberikan pengarahan sehingga mereka bisa mengetahui bagaimana intuisi mereka bisa menuntun kehidupan mereka. Jika seseorang telah mengembangkan kebiasaan bermeditasi, akan terasa lebih mudah untuk mendengarkan suara hati. Meditasi juga akan membawanya menuju kebangkitan spiritual.
1. Harus Mengatur dan Mengarahkan Hidupnya
Hukum fundamental ini mengatakan bahwa manusia harus menguasai kehidupannya. Ia harus mampu membentuk kehidupannya sesuai dengan keahlian dan minatnya. Namun, hal ini mungkin terjadi jika ia memeiliki kehidupan yang teratur. Ia harus memastikan bahwa seluruh kegiatannya memiliki waktu sehingga ia memiliki kehidupan yang seimbang. Kehidupan demikian akan membantu menghindari waktu terbuang sia-sia dan memungkinkan manusia untuk memberikan hasil yang maksimal dan di waktu yang bersamaan menyediakan relaksasi dan suka cita bagi dirinya sendiri. Saat ini, banyak hal yang berubah dengan cepat. Dunia telah menjadi pemukiman global. Perubahan teknologi berlangsung setiap harinya. Oleh sebab itu sangatlah penting bagi manusia untuk tetap mengikuti perubahan jaman. Hal ini mungkin terjadi jika anda memiliki rasa ingin tahu untuk terus mempelajari hal-hal baru. Anda tidak boleh menunda proses pembelajaran. Jika anda menunda proses tersebut, anda akan mendapatkan diri anda terjebak dalam bidang anda. Dalam dunia yang kompetitif, banyak orang yang akan mendahului anda. Hal ini akan meruntuhkan semangat anda dan membuat anda merasa frustasi.